Penggunaan kata-kata tidak pantas di kalangan anak-anak kini menjadi fenomena yang semakin memprihatinkan. Anak-anak, bahkan yang masih berusia sekolah dasar, sering kali menggunakan kata-kata kasar dalam percakapan sehari-hari. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam komunikasi anak-anak yang perlu segera disikapi dengan serius.
Pengalaman pribadi penulis menggambarkan kekhawatiran ini. Ketika sedang bersantai di halaman rumah, penulis mendengar sekelompok anak-anak yang bercakap-cakap. Awalnya, percakapan mereka terdengar wajar hingga beberapa kata kasar terlontar di antara mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam: dari mana mereka belajar berkata demikian? Apakah dari orang tua, guru, atau dari lingkungan lain seperti media digital?
Sulit membayangkan orang tua atau guru sengaja mengajarkan kata-kata kasar tersebut. Namun, kemungkinan besar anak-anak meniru pola komunikasi dari lingkungan terdekat, baik itu melalui kebiasaan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, maupun media digital seperti game online.
Penulis mengingat pengalaman bersama teman-teman kuliah yang sering menggunakan kata-kata kasar saat bermain game. Mungkinkah situasi serupa terjadi pada anak-anak saat ini?
Ancaman Budaya Komunikasi Negatif
Penggunaan kata-kata kasar oleh anak-anak bukanlah persoalan sepele. Jika dibiarkan, kebiasaan ini berpotensi menjadi bagian dari budaya, mengikis nilai-nilai etika dan moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Budaya yang terbentuk dari kebiasaan buruk ini dapat berdampak negatif pada karakter generasi mendatang.
Seperti kata bijak, “Pikiran menciptakan ucapan, ucapan menciptakan tindakan, tindakan melahirkan kebiasaan, kebiasaan membentuk karakter, dan karakter menentukan nasib.”
Oleh karena itu, perlu ada langkah nyata untuk mengatasi masalah ini. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
Solusi Dimulai dari Keluarga
Langkah pertama dalam mengatasi masalah ini adalah meningkatkan pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak-anak, khususnya dalam penggunaan teknologi. Media digital seperti game online sering menjadi ruang tanpa batas di mana anak-anak dapat terpapar bahasa yang tidak pantas. Orang tua harus terlibat lebih aktif dalam mendampingi anak, mengatur waktu bermain, dan memastikan anak-anak memahami batasan-batasan dalam komunikasi.
Selain itu, orang tua juga perlu menjadi teladan yang baik dalam berkomunikasi. Hindari penggunaan kata-kata kasar di rumah karena anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka lihat. Penulis percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil, yaitu menciptakan lingkungan keluarga yang penuh dengan komunikasi santun dan penuh penghargaan.
Peran masyarakat dalam menciptakan budaya positif
Tidak hanya keluarga, masyarakat juga memegang peranan penting. Kita semua harus berani menegur atau memberikan pengertian ketika mendengar anak-anak mengucapkan kata-kata tidak pantas. Hal ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membantu mereka menyadari bahwa bahasa yang digunakan dapat mencerminkan karakter seseorang. Dengan cara ini, kita bersama-sama dapat mengubah kebiasaan buruk menjadi perilaku yang lebih positif.
Tantangan Menuju Perubahan
Tentu saja, proses ini tidak mudah dan memerlukan waktu yang panjang. Membentuk kebiasaan baru memerlukan kesabaran dan konsistensi. Namun, penulis yakin, dengan usaha yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga, perubahan ini bukanlah hal yang mustahil. Jika setiap individu berkontribusi, kita dapat membangun generasi yang lebih santun, beretika, dan bermoral.
Sebagai penutup, mari kita bersama-sama menjaga agar kebiasaan buruk tidak dianggap sebagai hal yang wajar. Dengan langkah kecil yang dilakukan setiap hari, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga unggul dalam karakter.
Penulis: Lutfi Dwi Saputra
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Palangka Raya Program Megister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial