INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Sejumlah perwakilan masyarakat dari lima Desa/Kelurahan di Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yakni dari Kelurahan Mandomai, Desa Anjir Kalampan, Desa Pantai, Desa Penda Katapi dan Desa Teluk Hiri melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Kalteng pada Senin, 10 Januari 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Perwakilan lima desa/kelurahan di Kecamatan Kapuas Barat, Kalpendi saat diwawancarai oleh para awak media mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali dan juga menyampaikan surat kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
Hal tersebut berkaitan dengan sengketa antara masyarakat di lima desa/kelurahan tersebut dengan PT Kapuas Sawit Sejahtera (KSS) yang diduga menyerobot tanah masyarakat/kelompok tani di wilayah tersebut. Dimana hingga hari ini permasalahan tersebut sudah terjadi 1 tahun lebih tanpa penyelesaian.
“Sampai kamipun menghadap ke Kemenkumham di Jakarta, untuk menindaklanjuti permasalahan antara kami dan PT Kapuas Sawit Sejahtera,” ucap Kalpendi.
Dia menambahkan bahwa hingga saat ini, dari pihak perusahaan tersebut tidak ada tanggapan. Bahkan pihak perusahaan justru meminta masyarakat untuk menempuh jalur hukum.
Sehingga masyarakat dari lima desa/kelurahan tersebut tentunya mencari jalan keluarnya. Sampai mereka harus berangkat ke Jakarta yakni ke Kemenkumham untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dari hasil pertemuan kami dengan pihak Kementerian Hukum dan HAM, bahwa perusahaan yang membuka lahan itu tentunya harus memiliki HGU,” lanjut Kalpendi.
Dan untuk saat ini pihaknya menilai bahwa PT KSS tidak memiliki HGU yang dimaksud. Bahkan pihak perusahaan telah melakukan pembukaan lahan hingga penanaman. Sehingga itulah yang melatarbelakangi pihaknya bertemu dengan Kanwil ATR/BPN Kalteng.
Sementara itu Kuasa hukum lima desa/kelurahan tersebut, April Napatipulu mengatakan bahwa terkait dengan sengketa tersebut adalah mengenai surat yang mereka kirimkan pada tanggal 22 September 2021 lalu yang mana permintaan mereka saat itu adalah untuk melakukan mediasi.
“Mediasi tersebut berkaitan dengan pembatalan Kadastral (pengukuran yang dilakukan terhadap bidang tanah yang akan dimohonkan haknya) sebanyak 1900 hektar. Yang saat ini HGU dari PT KSS belum ada, tetapi masih tahap izin usaha perusahan,” lanjut April.
Dia menambahkan bahwa undang-undang perkebunan itu tidak akan akan bisa perusahaan menanam sawit kalau tidak ada HGU. Selain itu pihaknya juga sudah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 31 Desember 2021 lalu.
Adapun surat rekomendasi tersebut isinya yang menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM. Sehingga nantinya masyarakat terkait dan juga didampingi oleh salah satu Ormas agar menyelesaikan permasalahan tersebut secara tuntas.
“Jadi kita mau memberikan surat rekomendasi dari Kementerian Hukum dan HAM menyusul dari Kepala Staf Kepresidenan. Berkaitan dengan surat yang sudah kita kirimkan,” lanjut April.
Pihaknya menyayangkan terkait dengan PT KSS yang saat ini tidak hanya telah membuka lahan bahkan juga melakukan penanaman namun, tidak memiliki HGU. Pihaknya juga menilai bahwa hal tersebut ada unsur pembiaran oleh pihak ATR/BPN Kalteng khususnya, karena dari pertemuan di Jakarta sebelumnya berkas yang dimaksud belum ada di Kementerian Agraria.
Sementara itu, hingga berita ini dibuat wartawan intimnews.com mencoba untuk meminta tanggapan dari pihak ATR/BPN Kalteng, hanya saja pihaknya belum bisa karena sedang ada rapat yang harus dilaksanakan.
Editor: Andrian