
INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Anggota DPRD Kotawaringin Timur, M Abadi mempertanyakan tindak lanjut peraturan bupati kotawaringin timur nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan pelaksanaan peraturan daearah kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) nomor 20 tahun 2012 tentang usaha perkebunan dengan pola kemitraan.
“Dalam bab VI sudah menjelaskan tentang pembinaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan dan dipasal 12 ayat 1 pembinaan umum terhadap pelaksanaan perkebunan dengan pola kemitraan dilakukan oleh bupati, camat dan kepala desa serta lurah diwilayah kemitraan berada,” katanya.
Selain itu, dicdalam ayat 6 tim terpadu pembinaan dan pengawasan kemitraan usaha perkebunan diketuai oleh sekretaris daerah dengan keanggotaan terdiri unsur pemerintah daerah unsur perusahan perkebunan unsur akademisi dan unsur masyarakat yang ditetapkan dengan keputusan bupati.
Selain itu M Abadi juga menjelaskan di dalam pasal 13 disebutkan bahwa tim terpadu ini untuk melakukan pembinaan dan pengawasan namun selama ini aturan tersebut tidak dijalankan kerena terbukti.
“Ketika saya tanya kepada pihak pemerintah desa Tangkarobah dan desa Pahirangan bahwa lahan plasma pola kemitraan tersebut belum terealisasi ini membuktikan bahwa sengaja di abaikan,” beber Abadi.
“Karena tidak ada alasan lahan 20 persen tersebut tidak terealisasi jika pihak eksekutif dan legislatif benar-benar melaksanakan apa yang di atur didalam perda tersebut kerna pelaksanaan Perda di keluarkan pada tahun 2014 dan sekarang sudah tahun 2021. namun faktanya satu hektar pun belum dirasakan oleh masyrakat desa Tangkarobah dan desa Pahirangan,” tambah.
M Abadi juga berharap kepada bupati yang baru dilantik untuk tidak menunda apa yang menjadi hak masyarakat karena tidak ada alasan bupati tidak mengetahui karena bupati Kotim yang dulunya menjabat sebagai sekda Kotim.
“Beliau pun pernah nyampaikan dan mudahan pak bupati masih ingat bahwa beliau menyampaikan akhir tahun 2019 setiap perkebunan wajib merealisasikan plasma 20 persen dan dipasal 35 sanksinya tegas hingga pencabutan ijin PT dan denda 50 juta rupiah,” tutup M. Abadi. (*)