INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Setelah semua berjalan dengan baik, produksi TBS dari kebun inti meningkat seiring dengan perbaikan akses jalan produksi, pabrik CPO telah dibangun dan beroperasi. Namun, tiba-tiba pihak PT BMB mengingkari semua kesepakatan yang dibuat bersama sebelumnya dengan membuat keputusan secara sepihak membuka SPK supplier TBS ke pabrik kepada pihak lain.
“Tentu keputusan sepihak yang diambil oleh manajemen PT BMB ini merugikan saya, karena mereka menganulir secara sepihak Perjanjian Kerja Sama yang memberi kewenangan kepada CV Dua Putri sebagai penampung tunggal TBS di pabrik CPO PT BMB dengan menerbitkan SPK supplier TBS ke pabrik kepada pihak lain. Namun hal ini dapat diselesaikan dengan baik, sehingga tetap kembali kepada perjanjian semula hanya dengan mengubah atau addendum 1 pasal dalam perjanjian tersebut,” kata Cornelis.
Hubungan kerja antara PT BMB dengan CV Dua Putri serta antara sesama pemegang saham dan manajemen PT BMB dari Malaysia dengan CV Dua Putri kembali membaik. Seiring berjalannya waktu, status CV Dua Putri meningkat menjadi PT DPS (PT Dua Putri Sinarlapan) dan semua kontrak sebelumnya atas nama CV Dua Putri berubah menjadi atas nama PT DPS.
Setelah semua berjalan lancar, PT DPS memenuhi semua kewajibannya dalam perawatan jalan dan membuat infrastruktur dan lainnya, walaupun PT BMB selalu terlambat dalam membayar tagihan PT DPS, dari pihak kami hanya bisa bersabar mengingat saya juga sebagai pemilik PT BMB dan perusahaan kembali mengalami kesulitan keuangan akibat kebijakan negara terkait larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
Hal itu juga berdampak pada keuangan PT DPS dan PT DPS kemudian melakukan penagihan secara kekeluargaan kepada manajemen PT BMB berdasarkan Perjanjian Kerja Pembangunan Kebun Kelapa Sawit. Namun PT BMB tidak memenuhi perjanjian, padahal Perjanjian Kerja tersebut telah diperkuat dengan Instruksi Presiden Komisaris PT BMB kepada PT DPS untuk melaksanakan MoU.
Berdasarkan Invoice Pembayaran PT BMB kepada PT DPS dari tahun 2019 sampai dengan September 2022, PT BMB terhutang sebesar Rp26.409.224.067 (Dua puluh enam miliar empat ratus sembilan juta dua ratus dua puluh empat ribu enam puluh tujuh rupiah) ditambah estimasi denda pajak PPn sebesar Rp 475.043.423 (Empat ratus tujuh puluh lima juta empat puluh tiga ribu empat ratus dua puluh tiga rupiah).
Dengan demikian total tagihan PT DPS kepada PT BMB sebesar Rp26.884.267.499 (Dua puluh enam miliar delapan ratus delapan puluh empat juta dua ratus enam puluh tujuh ribu empat ratus sembilan puluh sembilan rupiah). Jumlah tersebut belum dihitung nilai tambahan dari sewa alat berat yang masih berjalan dan diputus secara sepihak oleh PT BMB.
“Akibat kelalaian PT BMB yang tidak memenuhi prestasi atau kewajibannya, PT DPS mengalami kerugian mencapai Rp26.884.267.499 sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian Kerja pada tahun 2017 antara PT BMB dengan CV Dua Putri yang mana telah berubah status menjadi PT DPS. Kemudian kami melalui tim kuasa hukum melayangkan somasi dan apabila pihak PT BMB tidak memenuhi prestasi atau kewajibannya akan dibawa ke jalur hukum yang kini sedang berproses. Di sini lah konflik kedua kalinya antara PT DPS dengan PT BMB kembali mencuat, hingga akhirnya diketahui secara diam-diam pihak PT BMB melakukan perubahan akta perusahaan,” beber Cornelis. (**)
Editor: Irga Fachreza