INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah menggelar sebuah dialog di Kota Palangka Raya. Dialog yang mengusung tema “Riam Tinggi Merespon Perubahan Iklim: Bukit di Atas Awan” tersebut, berlangsung selama dua jam sejak pukul 13.00 WIB, Selasa (15/11/2022).
Hadir sebagai pembicara adalah perwakilan Desa Riam Tinggi, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, dan penulis. Diundang pula sebagai penanggap, yakni perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Pokja Perhutanan Sosial Kalimantan Tengah, serta PT Sari Bumi Kusuma.
Dialog ini diselenggarakan dalam momentum Konferensi Perubahan Iklim COP27 yang tengah berlangsung di Kota Sharm el-Sheikh, Mesir. Dialog tersebut mempublikasikan laporan tentang bagaimana Desa Riam Tinggi merespon perubahan iklim. Laporan tersebut merupakan bagian dari Compendium of Country Initiatives for People-powered Climate Actions (PPCA) yang akan diterbitkan oleh IBON International di akhir tahun ini.
Peneliti, Ayu Kusuma Pertiwi dari WALHI, menjelaskan, “Laporan Kompendium Inisiatif Negara untuk PPCA ini adalah ringkasan praktik berbasis masyarakat untuk meningkatkan ketahanan kolektif dan berkontribusi pada pemulihan dan rehabilitasi ekosistem dalam konteks pembelaan dan penegasan hak asasi manusia”.
Laporan tersebut tambahnya, bersumber dari sejumlah negara, seperti Amerika Latin, Makedonia Utara, Nigeria, Filipina, dan Indonesia, yang bermaksud untuk menegaskan pentingnya pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah yang selama ini dikelola oleh masyarakat.
Laporan tentang Desa Riam Tinggi yang disusun oleh WALHI Kalimantan Tengah tersebut menyoroti dorongan untuk mewujudkan status Hutan Desa yang tengah diupayakan di salah satu desa di Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah tersebut.
Tercapainya skema yang diatur melalui program Perhutanan Sosial ini akan menjadi dukungan bagi Riam Tinggi untuk mengoptimalkan potensi-potensi desa, sekaligus mendorong mitigasi krisis iklim melalui perlindungan dan pelestarian lingkungan.
“Sebagian besar masyarakat di Desa Riam Tinggi masih menjalankan pola pemanfaatan sumber daya alam berkearifan lokal yang mempertahankan kelestarian alam, sehingga hal tersebut turut berkontribusi dalam upaya global menghentikan krisis iklim,” jelas Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalimantan Tengah.
“Desa ini sangat kaya potensi alam, Riam Tinggi juga mendorong perlindungan melalui skema Hutan Desa. Namun, proses yang diharapkan terhambat izin yang capai 90% luasan wilayah,” tuturnya.
Sejak beberapa tahun terakhir, Riam Tinggi telah memulai inisiatif untuk mengembangkan berbagai potensi desa. Alam indah yang masih terjaga keasriannya mendukung pengembangan destinasi ekowisata.
Endang Kusrini, Kepala Desa Riam Tinggi menceritakan bahwa desa mulai membangun fasilitas di sejumlah lokasi yang potensial dan telah menghasilkan berbagai produk unggulan, seperti Kopi Mantir dan jahe merah bubuk. “Pesona Riam Tinggi bahkan dapat menarik ratusan turis untuk datang, baik lokal maupun internasional,” ujarnya.
Baru-baru ini Riam Batu Rajo, salah satu destinasi desa, masuk tiga besar kategori wisata air Anugerah Pesona Indonesia Tahun 2022. Pengembangan ekowisata dan produk lokal telah berkontribusi dalam peningkatan ekonomi masyarakat, meskipun sempat terdampak pembatasan akibat pandemi Covid-19.
Dalam misi pengembangan potensi desa dan pelestarian lingkungan, Riam Tinggi mendorong penetapan status Hutan Desa sejak tahun 2019. Namun menurut Ayu Kusuma, prosesnya harus terhambat oleh adanya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) milik PT Sari Bumi Kusuma yang mencakup 92,7% atau 2.757,58 hektar dari luas total area yang dimohonkan, yakni 2.275 hektar. Hingga hari ini, status pengakuan Hutan Desa Riam Tinggi masih belum dapat diperoleh.
Bayu Herinata kembali menjelaskan, setelah diverifikasi dan ternyata area yang dimohonkan hutan desa masuk dalam izin PT Sari Bumi Kusuma, masyarakat terpaksa harus menarik berkas permohonannya. “Agar dapat mengajukan permohonan status Hutan Desa kembali, atas area yang dimohonkan harus dilakukan enclave atau pelepasan kawasan dari izin,” jelasnya.
Merespon persoalan ini, Joko, mewakili PT SBK, menanggapi positif kehendak desa sejauh sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hingga akhir dialog, Waluyo, Hasan, dan Dadang, perwakilan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah dan Pokja Perhutanan Sosial Kalimantan Tengah mendorong Riam Tinggi untuk mengajukan skema Perhutanan Sosial yang lain, yakni Kemitraan Kehutanan. Skema tersebut diklaim akan lebih memudahkan upaya yang didorong desa dan memberikan manfaat bagi para pihak. Desa juga dijanjikan mendapatkan prioritas dalam proses pengajuan nantinya.
“Aktivas perusahaan berdampak sekali. Kelihatan sekarang kami sudah mulai bisa berburu karena sedang tidak ada aktivitas perusahaan disana. Makanya kami akan tetap semangat, bertekad, menjaga adat tradisi dan hutan alam yang ada karena selama ini hutan mendukung hidup kami. Kami mohon bantuan dan fasilitasnya,“ kata Endang Kusrini menanggapi pernyataan dan janji dari pihak perusahaan dan pemerintah.
Sumber: WALHI Kalimantan Tengah
Editor: Andrian