
INTIMNEWS.COM, MALANG – Seiring dengan kebijakan perluasaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan hingga level perguruan tinggi, bak gayung bersambut, animo peserta didik berkebutuhan khusus yang berminat melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi kian meningkat.
Konsekuensinya, sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi yang di dalamnya terdapat mahasiswa berkebutuhan khusus, maka model penyelenggaraan Pendidikan dan pembelajarannya dilaksanakan secara inklusif.
“Mendidik seseorang dengan berbagai hambatan, pada tahun-tahun pertama pembelajaran memang bukan permasalahan mudah. Karena ketunaan yang dialami seseorang, bisa menjadi ”gap” yang membatasi dinamika mereka didalam interaksi pembelajaran. Efek keterbatasan kemampuan untuk belajar tersebut, pada gilirannya akan berdampak kapasitas individu yang bersangkutan dalam mengoptimalkan kapabilitasnya dalam pembelajaran,” kata Prof. Dr. Moh. Efendi MPd., MKes. selaku ketua penyelenggara di sela-sela kegiatan Sosialisasi “Panduan penerapan desain universal dalam pembelajaran sistem blended untuk mahasiswa berkebutuhan khusus di Perguruan Tinggi”.
Oleh karena itu, menurutnya upaya untuk mengembangkan kapabilitas mereka, pada hakekatnya adalah bagaimana mengembangkan potensi psiko-fisik yang “tersisa” untuk dioptimalisasikan secara simultan seiring dengan fungsi sosial lainnya. Contoh, seorang penyandang disabilitas penglihatan (tunanetra) dengan segala keterbatasannya, akan lebih nyaman jika dioptimalkan penggunaan indera pendengaran untuk mengapersepsi semua informasi pembelajaran dan adaptasi sosial, di samping perabaan (kinestetik). Demikian pula untuk penyandang ketunaan yang lain, seperti disabilitas pendengaran/tunarungu, intelektual/tunagrahita, fisik-motorik/tunadaksa dan autis, mereka akan menggunakan semua fungsi indera yang dimiliki berdasarkan tingkat kebutuhannya.
Untuk menunjang itu, kegiatan sosialisasi buku panduan tersebut diselenggarakan di hotel Grand Palace Malang. Selain dihadiri oleh dosen-dosen internal di lingkungan Fakultas Ilmu Pendidikan, diantaranya dosen dari Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB), Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah (KSDP), dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), juga dihadiri oleh pihak lain seperti dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat (FIK UM), Praktisi Pendidikan Tunarungu dan Autis Kota Malang, serta Pengamat dari Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Asia Tenggara (Saased).
Kegiatan tersebut terlaksana sebagai tindak lanjut dari serangkaian kegiatan pengembangan bidang inovasi pembelajaran untuk mahasiswa berkebutuhan khusus (MBK), yang didanai oleh pihak Belmawa Kemendikbud Ristek Dikti tahun anggaran 2021.
Pengembangan inovasi pembelajaran untuk mahasiswa berkebutuhan khusus (MBK) tersebut, didasarkan pada pengalaman pembelajaran secara inklusif di Universitas Negeri Malang pada era sebelum maupun selama pandemi.
Untuk membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara dosen-mahasiswa berkebutuhan khusus selama ini, dirasakan terkendala oleh keterbatasan sarana pembelajaran yang digunakan. Untuk menyiasati tersebut, maka material pembelajaran yang umumnya digunakan sebagai rujukan belajar mahasiswa berkebutuhan khusus diperlakukan sama seperti mahasiswa normal yang lain.
“Asumsinya, secara sosial dengan tidak memberikan batasan (barrier) pada mahasiswa berkebutuhan khusus, berarti secara filosofi kita memandang kapabilitas mahasiswa berkebutuhan khusus akan berkembang seiring seperti mahasiswa lainnya,” ujar Dr. Ahsan Romadhon Junaedi MPd. pakar pendidikan khusus dari LP3 UM.
Namun demikian, jika mempetimbangkan karakteristik individu mahasiswa dengan kebutuhan khusus (disablilitas), idealnya jika sarana kebutuhan belajar mereka dapat terakomodasi dengan baik.
Berangkat dari kenyataan tersebut, untuk memaksimalkan potensi mahasiswa berkebutuhan khusus di perguruan tinggi memang diperlukan sarana dan bahan belajar yang dapat menjembatani mereka dalam interaksi belajar, baik sesama disabilitas, maupun disabilitas dengan yang non disabilitas (dosen dan mahasiswa normal).
Salah satu solusi untuk mengatasi keberagaman mahasiswa berkebutuhan khusus dalam kelas yang inklusif tersebut, perlu penerapan rancangan pembelajaran secara universal yang dapat diaplikasikan secara blended (Universal Design for Blended Learning disingkat UDBL). Penerapan UDBL ini tentu akan memberi keleluasaan kepada dosen untuk menyesuaikan kurikulum, menyesuaikan cara penyampaian pembelajaran, dan menilai peserta didik dengan cara yang memungkinkan. Kurikulum dalam UDBL harus dibuat lebih aksesibel dan sesuai kebutuhan mahasiswa berkebutuhan khusus dengan latar belakang yang berbeda, beragam gaya belajar, kemampuan dan ragam disabilitas. Adanya pengakuan atas keunikan individu dan mengakomodasi keberagaman, pada gilirannya akan menciptakan pengalaman belajar yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa berkebutuhan khusus, sehingga dapat memaksimalkan kemampuannya untuk kemajuan. (nef-1221).
Editor: Andrian