INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Kepala Bappedalitbang Kotawaringin Barat, Juni Gultom, menghadiri konferensi internasional di Cambridge, Inggris, untuk memaparkan temuan penelitian strategisnya dalam bidang ketahanan pangan. Sebagai kandidat doktor di Universitas Brawijaya, Juni Gultom bersama temannya, Nuhfil, Indah, Rosihan, dan Damayanti, mengkaji strategi ketahanan pangan untuk daerah non-penghasil pangan utama, termasuk Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Sabtu (14/12).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan solusi berbasis pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) guna meningkatkan ketahanan pangan melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi, pemerintah, dan sektor swasta. Salah satu rekomendasinya adalah penguatan kelembagaan desa untuk memastikan akses pangan yang merata, perdagangan sehat, serta infrastruktur yang mendukung kebutuhan pangan.
Dunia telah mengalami krisis pangan sejak pandemi COVID-19 pada 2020. Ancaman ini disoroti dalam pertemuan G20 dan pernyataan PBB yang memperingatkan bencana pangan global. Di Indonesia, ketahanan pangan menjadi isu mendesak dengan indeks pangan 60,2, di bawah rata-rata dunia. Salah satu kendalanya adalah tingginya alih fungsi lahan hingga 100 ribu hektar per tahun.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah berupaya memanfaatkan lahan tidur dan memperkuat kebijakan ketahanan pangan. Dalam konteks Kotawaringin Barat, meskipun memiliki lahan luas, masyarakat lebih fokus pada perkebunan kelapa sawit dibanding tanaman pangan seperti padi atau jagung. Perkebunan sawit mendominasi ekonomi daerah dengan kontribusi 20,53% terhadap PDRB.
Penelitian Juni Gultom menyoroti pentingnya diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan pangan. Keterjangkauan dan aksesibilitas pangan juga menjadi perhatian, mengingat infrastruktur dan logistik pangan di daerah terpencil masih minim. Ia juga menekankan perlunya pelibatan aktif pemerintah desa untuk meningkatkan produktivitas pangan lokal.
Menurut Juni Gultom, konsep ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan, tetapi juga akses dan distribusi yang merata. Faktor sosial-ekonomi, seperti pendidikan ibu dan kebiasaan konsumsi rumah tangga, juga memengaruhi keberhasilan strategi pangan. Hal ini diperkuat dengan data UNICEF yang mencatat tantangan ketahanan pangan, termasuk konsumsi yang kurang bergizi dan distribusi yang tidak merata.
Pemerintah Indonesia melalui berbagai regulasi telah menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan ketahanan pangan. Namun, implementasi di tingkat daerah membutuhkan sinergi lebih lanjut antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah Kotawaringin Barat untuk memperkuat kebijakan pangan lokal.
Konferensi di Cambridge menjadi wadah penting bagi Juni Gultom untuk berbagi pengalaman dan belajar dari negara lain. Ia menegaskan, pendekatan berbasis penelitian ini akan mendorong inovasi kebijakan pangan yang lebih efektif dan berkelanjutan di Kotawaringin Barat.
Dengan hasil penelitian ini, Juni Gultom berharap masyarakat Kotawaringin Barat dapat menikmati manfaat langsung, terutama dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Ia juga mengajak semua pihak untuk bekerja sama demi menciptakan masa depan pangan yang lebih cerah dan berkelanjutan.
Temuan ini menjadi langkah awal dalam menjawab tantangan pangan global sekaligus memperkuat posisi Kotawaringin Barat sebagai daerah yang tangguh menghadapi ancaman krisis pangan.
Penulis : Yusro
Editor : Maulana Kawit