INTIMNEWS.COM, ATAMBUA – Terkait dugaan pemalsuan surat kematian dan ahli waris Lurah Tenu Kiik, kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu, Anis Bere Bensin memberikan tanggapan soal kasus tersebut.
Kepada awak media melalui telepon seluler ia mengatakan, bahwa dirinya tidak mempunyai kapasitas untuk berbicara menyangkut hukum melainkan itu ranah penyidik Polres Belu.
“Saya sendiri baru dua bulan menjadi Lurah disini, kalau tentang persoalan itu ranahnya penyidik. Jika ada pihak yang merasa dirugikan silahkan diproses hukum karena bukan wewenang saya, apa lagi soal perebutan tanah,” kata Lurah Tenu Kiik Anis Bere Besin, Jumat 01/04/2022.
Anis juga menjelaskan, sejak satu bulan lalu soal proses ahli waris tanah ada perubahan pola sistem penataan administrasi, bahwa siapapun yang mengurus dokumen ijin dan peralihan hak ahli waris harus melengkapi persyaratan seperti, akta kelahiran, perkawinan, dokumen pendukung mulai dari keputusan pengadilan baru bisa diproses.
“Jika dugaan itu diproses maka pegawai-pegawai yang bersangkutan akan kita hadirkan,” ujarnya.
Sebelumnya ditulis media ini, gara-gara warisan tanah seorang pria diduga bekerja sama dengan lurah untuk palsukan surat keterangan ahli waris dan surat kematian, di Kelurahan Tenu Kiik, Kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu.
Kepada awak media Jhony selaku anak ahli waris beberapa bidang tanah yang ditotal 2,4 hektar, menjelaskan bahwa sudah disidangkan di pengadilan negeri Atambua.
“Surat yang mereka palsukan berupa surat keterangan ahli waris dan surat kematian, sedangkan ibu Marta Olo ibu saya selaku ahli waris sah dari almarhum Camilus Mau,” kata pemilik tanah Jhony. Senin 28/03/2022.
Lanjutnya, kasus ini sudah buat laporan di Polres Belu, sehingga tinggal menunggu tindak lanjut.
Selain Ferdy Tahu Maktaen selaku kuasa hukum Maximus Mela, dengan tegas akan melaporkan balik pernyataan Joni yang dilansir media ini sebelumnya. Karena dianggap pengakuan tersebut tanpa dasar hukum.
“Apa yang disampaikan oleh jony Nahak yang mengaku anak dari ahli waris adalah sebuah pengakuan yang tanpa dasar hukum,” kata Ferdy Tahu Maktaen.
Lanjutnya, proses pengadilan sudah sampai pada titik akhir, yang mana semua yang dituduhkan oleh Joni sudah diuji di pengadilan.
“Bahkan Joni sendiri pernah menjadi saksi dalam sidang pengadilan dan hasilnya gugatan Maxi Mela diterima, mulai dari pengadilan negeri, banding, kasasi, bahkan pihak Joni Nahak yang katanya ahli waris sudah melakukan upaya hukum luar biasa,” ujarnya.
Dimana salah satu bukti dalam pengajuan peninjauan kembali (PK) itu menggunakan laporan polisi dan pada akhirnya juga pengadilan dan Mahkamah Agung menolak PK mereka.
“Proses panjang, soal laporan polisi kami tidak berpendapat lebih jauh karena sepengetahuan kami semua pihak yang terlibat sudah diperiksa oleh pihak kepolisian, termasuk mantan lurah Tenu Kiik,” katanya.
Ia minta kepada Joni yang secara hukum tidak punya legalitas terhadap obyek sengketa tersebut untuk tidak menyebarkan berita hoax dan memfitnah orang.
“Karena sudah pasti buntutnya adalah proses hukum, jadi kami minta agar Joni dengan sadar untuk menarik ucapannya yang dipublikasi di media,” tegas Ferdy.
Terkait manipulasi atau bahasa-bahasa lain yang menjurus ke tindak pidana, pihaknya minta dalam waktu 3 kali 24 jam untuk menyatakan di muka publik bahwa apa yang dia sampaikan itu adalah tidak benar.
“Apa bila dalam tenggang waktu yang sudah kami berikan tidak ada klarifikasi dari Joni, maka kami akan buat laporan polisi,” pungkasnya.
Editor: Andrian