INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Sedikit mengulas sejarah singkat hari pangan sedunia, Hari Pangan Sedunia diperingati pada tanggal 16 Oktober saat Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pertama kali didirikan pada 1945. Tujuan diperingatinya Hari Pangan Sedunia di tiap tahunnya ialah sebagai upaya untuk meningkatkan kepedulian terhadap persoalan kelaparan maupun kemiskinan.
Dan Hari Pangan Sedunia Tahun 2021 kali ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya yang juga jatuh di tengah pandemi Covid-19.
Ketika kita sama-sama melihat harga komoditas pangan di pasar dunia melandai di bulan Juli sehingga mengalami perpanjangan masa penurunan menjadi dua bulan berturut-turut. Penurunan harga terjadi untuk biji-bijian, minyak sayur dan produk susu, demikian pernyataan Organisasi Pangan milik PBB, FAO, pada awal bulan Juli.
Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) juga telah mengingatkan pada tahun 2019 bahwa potensi terjadinya krisis pangan akibat terganggunya ketersediaan, stabilitas, dan akses pangan khususnya bagi masyarakat rentan secara ekonomi dan geografi.
Sehingga, Pemerintah Indonesia dalam menanggapi potensi dari ancaman krisis pangan dengan Strategi food estate atau program lumbung pangan nasional merupakan sebuah konsep pengembangan pangan yang terintegrasi dengan pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan.
Doniy selaku Koordinator Wilayah 5 Kalimantan Ikatan BEM Pertanian Indonesia (IBEMPI) yang juga selaku Sekretaris Kabinet BEM Fakultas Pertanian universitas Palangka Raya memberikan tanggapan mengenai food estate yang menurutnya masih belum menjawab ketahanan pangan nasional.
Sebelumnya, food estate atau program lumbung pangan sebenarnya sudah pernah dijalankan di era zaman Orde Baru yang menyebabkan rusaknya 1,4 juta hektare gambut sehingga kehilangan fungsinya sebagai tandon air.
Selain itu, pada era Presiden Susilo Bambang Yudoyono, kegagalan juga terjadi pada program pencetakan sawah pada 1,2 juta hektare hutan di Kota Merauke, Papua. “Kegagalan ini menjadi catatan penting bagi sejarah pertanian Indonesia serta seharusnya menjadi dasar pembelajaran bagi pemerintah untuk meninjau kembali terhadap kebijakan ini,” ucap Doniy.
Lanjut Dony, food estate Hadir kembali di Kalimantan Tengah tepatnya di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas pada tahun 2020 di lahan bekas pengembangan lahan gambut (PLG). Adapun dari program itu sudah berjalan seluas 30.000 hektare dari target yaitu 70.661 hektare.
Doniy juga memberikan tanggapan bahwa sampai saat ini food estate masih belum bisa menjawab ketahanan pangan bagi Indonesia.
“Karena masih banyak permasalahan harus cepat diselesaikan seperti mengenai distribusi atau pangsa pasar yang masih belum jelas bahkan bisa dikatakan belum ada,” tuturnya.
Doniy menyebut bahwa food estate tidak menjawab permasalahan distribusi pangan, padahal distribusi merupakan permasalahan lama yang kemudian dipertajam dengan Covid-19.
“Selain itu, food estate tidak menjawab masalah akses terhadap pangan yang sehat serta intervensi bagi permasalahan pangan sebaiknya tidak dilakukan dengan cara-cara yang memiliki risiko lingkungan, ekonomi dan kesehatan,” tandasnya.