INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah melalui UPT Museum Balanga Kalimantan Tengah, menyelenggarakan Ritual Mamapas Manyadingen Ramu, yang dilaksanakan sejak tanggal 15 s.d 17 Oktober 2023, bertempat UPT. Museum Balanga Kalteng, Jl. Tjilik Riwut Km. 2,5 Palangka Raya, Senin (16/10/2023).
Rangkaian kegiatan ritual Mamapas Manyadingen Ramu ini bertujuan untuk membersihkan dan mendinginkan benda-benda pusaka dayak, seperti balanga, guci, tombak, mandau, sapundu, piring, sangku dan benda-benda leluhur suku dayak lainnya yang sarat akan sejarah dan budaya suku dayak, yang ada di museum tersebut dari pengaruh-pengaruh negatif.
Kepala UPT. Museum Balanga Kalimantan Tengah Hartini Titin, saat diwawancarai mengatakan bahwa ritual ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh Museum Balanga, bertujuan untuk mamapas (membersihkan) dan manyadingen (mendinginkan) ramu berupa benda-benda pusaka dan tempat/lokasi tersebut.
“Ritual ini sangat penting untuk museum Balanga, hal ini dimaksudkan untuk membersihkan dan mensucikan benda-benda pusaka yang ada di tempat ini, supaya tidak mempengaruhi dan mengganggu baik pengunjung maupun pegawai-pegawai yang ada di sini” ucapnya.
Sementara itu Pamong Budaya Disbudpar Provinsi Kalteng Gauri Vidya juga menjelaskan bahwa Mamapas dan manyadingen ramu ini bisa ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai-nilai penting, terutama saat kita bicara toleransi.
“Toleransi dalam ritual ini dimanifestasikan saat penyembelihan hewan kurban. Walaupun kegiatan inii dilaksanakan oleh tokoh-tokoh adat Hindu Kaharingan, namun mereka menyiapkan hewan penyembelihan sesuai dengan syariat, yang tujuannya agar saat kurban tersebut dimasak dan disajikan, orang muslim bisa mencicipinya” jelasnya.
Menurutnya tidak semua penyelenggaraan tersebut menjadi ekslusifnya Hindu Kaharingan, tetapi di dalamnya ada nilai-nilai toleransi yang ditonjolkan, karena yang hadir nanti dari lintas agama, sehingga tidak lagi bicara kegiatan ini milik Hindu Kaharingan saja. Diharapkan hal ini akan menghilangkan sekat-sekat antar kelompok.
“Sehingga menjadi hal penting, mengapa mamapas lewu menjadi warisan budaya dan benda Indonesia. Walaupun dia milik dan diselenggarakan oleh Hindu Kaharingan, tetapi bisa dihadiri dan diikuti oleh pemeluk dari agama lain” ungkap Gauri.
“Nilai-nilai toleransi dan kebersamaannya ini yang menjadi daya tarik mamapas lewu, di samping adanya keyakinan-keyakinan oleh pemeluk Hindu Kaharingan” pungkasnya.
Sebagai informasi, pelaksanaan ritual ini dilakukan oleh tujuh orang Basir atau rohaniawan Hindu Kaharingan, mulai dari awal sampai akhir ritual dengan mantra-mantra yang bersifat doa supaya hal-hal yang bersifat kasat mata yang bisa dijauhkan dan tidak mengganggu kehidupan kita.