INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Ratusan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota akan habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023. Daerah-daerah itu nantinya akan dipimpin oleh (Penjabat) Pj kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat, yang mana setiap penjabat punya masa jabatan satu tahun, dan bisa diganti atau mendapat perpanjangan masa jabatan setelah satu tahun.
Setidaknya, nanti ada sekitar 271 daerah yang akan dipimpin oleh Pj kepala daerah. Sebanyak 101 kepala daerah hasil Pilkada 2017 habis masa jabatannya pada 2022, dan 170 kepala daerah hasil Pilkada 2018 yang masa jabatannya habis pada 2023.
Untuk wilayah, Kalimantan Tengah sendiri ada dua kepala daerah yang akan habis masa jabatannya, yakni Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Dua daerah ini akan dipimpin Pj hingga pelantikan bupati terpilih hasli Pemilu 2024 mendatang.
Khusus gubernur, bakal ada 27 orang yang akan habis masa jabatannya, tujuh gubernur di tahun 2022 dan 17 gubernur di 2023. Adapun Pj Gubernur ini nantinya akan diajukan Kemendagri lalu dipilih langsung oleh presiden.
Penunjukan ratusan Pj kepala daerah oleh pemerintah pusat itu merupakan imbas dari UU Pemilu dan UU Pilkada yang mengatur pilkada provinsi, kabupaten, kota, yang baru akan digelar serentak seluruh Indonesia pada 2024 mendatang.
Seperti Apa Mekanisme Penunjukan Pj Kepala Daerah?
Adapun mekanisme penunjukan kepala daerah diatur lewat Pasal 201 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) dan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Sebelumnya Mendagri Tito Karnavian menjelaskan mekanisme penunjukan penjabat (Pj) gubernur yang akan ditentukan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2022 dan 2023 mendatang. Menurutnya, mekanisme pengangkatan Pj gubernur nantinya berada di bawah kewenangan Kemendagri.
Lalu, Kemendagri akan mengajukan para kandidat tersebut kepada presiden untuk kemudian dipilih. Bagaimana dengan wali kota dan bupati? Nah, untuk level ini, Tito bilang nantinya gubernur bisa mengajukan kandidat Pj Bupati/Wali Kota kepada Kemendagri.
“Di tingkat provinsi itu Kemendagri ajukan ke presiden, kemudian presiden yang menentukan. Lalu bupati, wali kota diajukan gubernurnya, diajukan ke Kemendagri. Saya juga laporkan ke istana ke presiden,” kata Tito seperti dikutip dari asumsi.co.
Bagaimana dengan Kriteria Sosok Si Penjabat?
Tito menjelaskan untuk Pj Gubernur, kemungkinan Presiden akan membentuk Tim Penilai Akhir (TPA), yang bertujuan menilai para birokrat yang akan diangkat. Sebab, jabatan Pj gubernur akan dijabat dengan durasi sekitar dua tahun.
“Untuk gubernur, sesuai undang-undang kita serahkan kepada presiden. Mungkin presiden juga akan lakukan TPA, melibatkan pejabat lain sebagai tim penilai akhir untuk menentukan karena masa jabatan yang panjang,” ucap Tito.
Namun, Tito menegaskan pihaknya tak akan asal menerima usulan kandidat Pj di level bupati/wali kota yang diajukan oleh para gubernur. Sebab, banyak hal yang harus diperhatikan dan jadi pertimbangan agar pemerintahan di suatu daerah bisa berjalan baik.
Terkait hal ini, Tito bakal melihat kriteria seperti potensi konflik di suatu wilayah bila kandidat tertentu terpilih menjadi Pj bupati/wali kota. Ia pun berkaca dari kasus Halmahera Utara pada 2020 ketika kandidat Pj Bupati yang dipilih oleh gubernur ditentang oleh masyarakat setempat.
“Kita lakukan secara berjenjang dari bawah dengan lihat masukan juga apakah kemungkinan ada potensi konflik kepentingan. Jadi bukan nanti yang di bupati, wali kota di drop dari Kemendagri, tidak.”
Meski sudah pernah ditentang, Tito justru yakin tak akan masalah terkait penunjukan Pj kepala daerah di 2022 dan 2023 nanti. Ia juga melihat proses penunjukan Pj kepala daerah di berbagai wilayah pada 2020 lalu, yang disebut-sebut tak mengalami kendala.
Di 2020 lalu itu, Tito menyebut pihaknya, dalam hal ini Kemendagri, menunjuk Pj gubernur dengan kriteria tepat yakni seorang birokrat tulen. Sehingga, kinerja mereka banyak diapresiasi warga di daerah yang dipimpinnya.