INTIMNEWS.COM – Dokter hewan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, dr. Idham Fahmi menyebutkan jika, sapi dari Provinsi Bali yang akan dijadikan hewan kurban pada hari raya Idul Adha 1441 hijriah, harus menjalani rangkaian tes polymerase chain reaction (PCR). Test PCR yang dimaksud, bukanlah PCR yang sama dengan PCR pada kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19.
Namun kata Idham, PCR dilakukan untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri atau virus Jembrana. Sebab, tingkat penularannya cukup tinggi apabila tidak segera diatasi.
Penularan virus Jembrana pertama kali yang ditemukan di Kabupaten Jembrana, Bali tahun 1964 silam itu, cukup tinggi. Penularan jenis virus ini, hanya terjadi pada sapi dan tidak menular ke manusia.
“Sebaiknya, sapi Bali yang datang dari berbagai daerah di luar Sumbar khususnya dari Bali, itu di tes PCR. Ini untuk memastikan, sapi tersebut tidak terjangkit virus Jembrana. Jika ada yang terkontaminasi, maka harus segera ditangani. Karena, tingkat penularannya cukup tinggi. Hanya sapi ke sapi, tidak menular ke manusia,” kata dr. Idham Fahmi, Sabtu 27 Juni 2020.
Menurut Idham Fahmi, pengambilan sample spesimen virus Jembrana ini jauh berbeda dengan cara pengambilan sample spesimen pada kasus Coronavirus Disease 2019. Kalau Covid-19, sample diambil melalui hidung dan tenggorokan. Sedangkan untuk sample Jembrana, diambil melalui darah. Sample darah sapi yang diambil, dibawa ke laboratorium untuk selanjutnya di lakukan uji spesimen.
Lebih lanjut Idham mengatakan, di Sumatera Barat terdapat laboratorium khusus untuk menguji sample-sample yang berkenaan dengan penyakit pada hewan yakni di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Wilayah II Baso.
Jika memungkinkan, sapi yang datang dari luar Sumatera Barat dites PCR untuk memastikan apakah terjangkit virus Jembrana atau tidak. Hewan yang datang sebaiknya juga dilengkapi dengan dokumen yang menyatakan sehat dan bebas dari Jembrana.
“Virus Jembrana ini salah satu virus yang harus diperhatikan. Tingkat penyebarannya cukup tinggi apabila tidak segera diantisipasi. Tanda klinisnya berupa bercak darah pada kulit. Bahkan, tingkat kematian pada sapi yang terkontaminasi virus ini juga tinggi. Di Sumbar, kasus ini pernah ditemukan pada tahun lalu,” ujar Idham Fahmi. (int)