INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Program bantuan peningkatan kualitas bantuan stimulan rumah swadaya di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) disinyalir menggunakan bahan baku untuk kontruksi rumah semi permanen yang ilegal.
Bedah rumah itu diputuskan berdasarkan SK Bupati Kotim Nomor : 188.45/0232/Huk-DPUPRPRKP/2023 dengan jumlah sebanyak 108 rumah atau kepala keluarga.
Adapun masing-masing rumah dialokasikan anggaran senilai Rp20 juta ratusan rumah itu tersebar di sejumlah kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan MB Ketapang 15 rumah.
Kecamatan Baamang 15 rumah, Kecamatan Cempaga Hulu, Kecamatan Cempaga dan Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.
Menurut seorang tokoh masyarakat bahwa program pengerjaan bantuan bedah rumah itu pemborong proyek tersebut adalah oknum kepala desa. Dimana sebelumnya pemenang lelang dimenangkan salah satu CV melalui musyawarah.
“Kemarin lelangnya dimenangkan melalui musyawarah, setelah itu ternyata pemenang lelang mungkin menunjuk sang oknum kades untuk mencari bahan baku,” bebernya.
Lebih lanjut, setelah itu sang kades melakukan penyurveian ke galangan di desa setempat. Namun karena bahan bayu yang dipakai adalah kayu yang nilainya di tempat galangan resmi cukup mahal. Akhinya diketahui sang oknum kades membeli kayu dari praktek ilegal.
Sang oknum kades membeli kayu ilegal disebut melalui salah satu desa yang berada di Kecamatan Pulau Hanaut. Menurut keterangan pria perawakan gempal itu juga kebutuhan potongan kayu untuk pengerjaan bantuan bedah rumah itu sebanyak 50 kubik.
“Memang kalau membeli dari praktek ilegal, kayunya murah dan selisih harga yang lumayan dari tempat galangan resmi. Namun grade atau kualitasnya tidak sesuai dengan yang ada di RAB,” ucapnya.
Sementara itu, seorang perempuan paruh baya pemilik rumah yang mendapat bantuan program bedah rumah mengeluh dengan kondisi kayu yang dianggap tidak sesuai.
“Kayu ini hampul bukan kayu yang mestinya untuk pondasi, paling bertahan enam bulan sudah dimakan oleh kumbang,” ungkapnya.
Disinyalir, praktek ilegal loging yang terjadi di Kecamatan Pulau Hanaut itu dilakukan pengirimannya melalui jalur air pada waktu malam hari agar tidak terendus oleh aparat. (**)