INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Hari Selasa, 10 Agustus 2021, umat Islam akan memasuki bulan pertama dalam kalender Hijriah, yakni bulan Muharram.
Muharram menjadi bulan pembuka dalam kalender Hijriah, sehingga saat memasuki 1 Muharram, umat Islam juga merayakan Tahun Baru Islam.
Bulan Muharram juga dikenal sebagai bulan haram, karena di bulan ini Allah Swt. melarang seluruh hamba-Nya berbuat dosa.
Di Indonesia, khususnya budaya Jawa, bulan Suro identik dengan suasana yang sakral dan mistis.
Kekeramatan bulan Suro kemudian menimbulkan kepercayaan bahwa bentuk-bentuk kegiatan seperti pernikahan, hajatan dan sebagainya tidak berani dilakukan.
Masyarakat memiliki anggapan bahwa bulan Suro atau Muharram merupakan bulan yang paling agung dan mulia.
Saking mulianya, maka dalam sistem kepercayaan masyarakat dipercayai bahwa hamba atau manusia tidak kuat atau dipandang terlalu lemah untuk menyelenggarakan kegiatan.
Lantas, bolehkah melaksanakan pernikahan di bulan Muharram atau Suro?
Kepala KUA Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Su’eb, memberikan penjelasannya tentang pernikahan di bulan Muharram atau Suro.
“Di bulan Muharram, perbuatan dosa dan perbuatan baik akan dilipatgandakan balasannya oleh Allah Swt,” ucapnya, Selasa 10 Agustus 2021.
“Oleh sebab itu, siapapun yang melakukan hal baik di bulan Muharram tentu akan diberikan pahala yang berlipat,” lanjutnya.
Dalam hal ini, menikah juga termasuk ke dalam perbuatan baik, karena itu termasuk ke dalam ibadah bagi umat Muslim.
“Nikah itu adalah ibadah, tentu masuk dalam rumus umum kalau kita melakukan ibadah di bulan Muharram ini termasuk mulia, sebenarnya baik,” ucap Su’eb.
“Karena jelas menikah itu memang hukum asalnya adalah ibadah, makanya Rasul menyampaikan ‘nikah itu adalah sunahku’, tentu ibadah. Meskipun nanti dalam perkembangannya ada beberapa hukum, ada bahkan menikah itu hukumnya haram, ada yang hukumnya sunah, ada yang hukumnya wajib, ada juga yang hukumnya makruh, tetapi hukum asalnya adalah sunah,” paparnya.
Dengan demikian, menikah di bulan Muharram hukumnya adalah diperbolehkan karena itu termasuk ke dalam sunah Rasul.
Namun, sebelum memutuskan untuk menikah di bulan Muharram, umat Islam juga perlu memperhatikan kesiapan tentang segala hal yang terkait dengan pernikahan.
Oleh karena itu, para ulama menyampaikan, sebenarnya menikah di bulan Muharram ini yang lebih diperhatikan adalah asbabun dhohirohnya.
“Jadi kalau kita sudah punya azzam (tekad) kemudian kita melihat ‘ini kayanya waktu yang pas, ini adalah bulan Muharram,” tutur Su’eb.
“Maksudnya waktu yang pas itu dilihat dari berbagai macam sudut pandang. (Misalnya) kekuatan finansialnya, kemudian mungkin potensi kehadiran orang-orang yang kita undang, atau kemudian faktor-faktor lain,” terang Su’eb.
Terakhir, ia juga mengingatkan agar seseorang yang hendak menikah di bulan Muharram terlebih dahulu memaksimalkan usaha untuk mempersiapkan fisik, mental, dan material sebelum akhirnya bertawakal kepada Allah Swt.
“Makanya dalam Islam, kalau kita mau melakukan sesuatu salah satu hal yang harus dilihat tentu saja sebelum kita berdoa, tawakal kepada Allah, ya tentu ikhtiar dhohirnya, asbab dhohirohnya,” imbuhnya.
“Karena ini sudah menjadi tradisi dan menjadi sebuah kepercayaan, bahkan yang menikah di bulan ini sedikit sekali, ada sekitar 6 pasang, namun yang 3 pasang di cancel,” tandasnya. (Yus)