
INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Koordinator Wilayah Kalimantan Bimo Epyanto mengatakan, pulau Kalimantan dikenal sebagai pulau yang memiliki alam asri. Namun sekarang perubahan kultur yang ada di Kalimantan membuat perekonomiannya bergantung pada alam. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Public Lecture Starting Green Transition in Kalimantan To Entrench Economic Dynamism, Social Progress, and Enviromental Sustainability, di Aula Rahan Universitas Palangka Raya Palangka Raya, Jum’at, 10 Februari 2023.
“Kita percaya bahwa sekitar tiga puluh tahun atau empat puluh tahun yang lalu, kalau kita berbicara Kalimantan yang terbayang di kita adalah suatu pulau wilayah yang kaya hutan hujan tropis. Lalu kemudian seiring berjalan waktu perlahan tapi pasti, waktu tranformasi besar berjalan yang mengubah kultur ekonomi Kalimantan yang sekarang banyak bergantung pada ekstraksi sumber dari alam yaitu batu bara dan kelapa sawit,” ungkapnya.
Bimo juga menjelaskan bahwa, ekspor batu bara yang merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.
“Seperti kita ketahui juga bahwa ekspor batu bara menggunakan primadona ekspor Indonesia yang menyumbang sekitar 36,50% dari pertumbuhan domestik bruto nasional yang berasal dari sektor pertambangan,” ujarnya.
Bimo juga menyampaikan bahwa, orang Indonesia harus mengakui sektor pertambangan merupakan sektor terbesar dalam mendukung perekomian masyarakat demi terciptanya masyarakat sejahtera, khususnya di pulau Kalimantan.
“Kita juga harus mengakui bahwa, sektor pertambangan memberikan sumbangsih yang besar bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertambangan juga menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya di pulau Kalimantan ini,” sebutnya.
Dalam sambutannya Bimo juga mengatakan, perkembangan sektor batu bara maupun pertambangan juga menunjukan efek samping.
“Kita ketahui bersama bahwa, sektor batu bara yang turunannya kemudian ditetapkan sebagai sumber bahan bakar pembangkit tenaga listrik, yang merupakan suatu usaha yang menimbulkan polusi efek rumah kaca,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan daalam catatannya, emisi gas atau rumah kaca 70% berasal dari sektor energi yang tidak ramah lingkungan dan tidak terbarukan.
“Sebagai contoh batu bara menyumbang 30% dari efek rumah kaca, kemudian minyak bumi 31%. Dampaknya sudah kita rasakan seperti ada perubahan iklim, dimana kita merasakan adanya perubahan suhu yang sangat ekstrim, suhu dingin yang ekstrim, kemarau yang berkepanjangan dan musibah banjir yang tidak hanya memakan korban jiwa tetapi juga menimbulkan kerugian dari sisi ekonomi,” tegasnya.
Penulis: Lidia
Editor: Andrian