INTIMNEWS.COM, LAMANDAU – Masyarakat Lamandau yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Bela Petani Rakyat mengadakan demonstrasi damai di Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Rabu 10 Januari 2024 lalu. Mereka mengajukan tuntutan pembebasan untuk M Suriansyah dan rekannya dari dakwaan hukum terkait pembukaan lahan perkebunan di wilayah hutan.
M Suriansyah dan dua terdakwa lainnya menghadapi sidang pertama di PN Nanga Bulik atas dugaan pelanggaran konservasi Sumber Daya Alam. Mereka diduga membuka dan menanam lahan kelapa sawit di wilayah hutan tanpa izin, dengan luas mencapai puluhan hingga ratusan hektar.
Sidang tersebut dilaksanakan secara virtual, dengan hanya pengacara terdakwa dan hakim yang berada di ruang sidang. Para terdakwa tetap ditahan di Polres Lamandau, sementara Jaksa Penuntut Umum berada di Kantor Kejaksaan Negeri Lamandau.
Kasus tersebut membuat geram puluhan demonstran yang dipimpin oleh Wendi Soewarno Loentan. Mereka berusaha masuk ke halaman kantor PN, namun dihalangi oleh tim Polres Lamandau yang bertugas melakukan pengamanan.
Aksi protes akhirnya berlangsung di tengah Jalan Bukit Hibul Utara yang telah ditutup. Koordinator demonstran menyampaikan beberapa tuntutan, termasuk perlunya penyelesaian perkara secara restoratif dan kekeluargaan.
”Kami menduga adanya law by order dalam perkara ini. Kecurigaan tersebut bukan tidak berdasar, masa hanya dalam waktu singkat langsung ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri, lalu sekarang terdakwa. Giliran perusahaan lapor, penanganannya cepat, sedangkan saat masyarakat yang melapor, prosesnya lambat dan berbelit-belit,” kata Wendi.
Wendi menyuarakan kecurigaan terhadap dugaan campur tangan kekuasaan, menyebut adanya ketidaksetaraan dalam penanganan laporan antara perusahaan dan masyarakat.
Ia menegaskan bahwa aksi tersebut dilakukan untuk kepentingan petani di Kalimantan Tengah yang menggarap lahan di kawasan hutan, mengingat ancaman pidana bagi siapa pun yang beraktivitas di sana.
”Pak Suri dan kawan-kawan adalah petani rakyat yang melakukan kegiatan dan menopang ekonomi masyarakat sekitar. Bagaimana lahan yang awalnya tidak dimanfaatkan menjadi produktif dengan menjadi kebun,” pungkasnya.
Dia melanjutkan, warga lebih dulu berladang di lokasi tersebut puluhan tahun. Namun, kini tidak bisa berladang karena larangan membakar dan memilih bertanam sawit.
Menanggapi protes tersebut, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Evan Setiawan Dese, menyatakan bahwa PN Nanga Bulik menerima transfer perkara dari Kejaksaan dan tidak dapat menolaknya.
Dia menjamin bahwa persidangan akan dilakukan secara objektif dan mengajak semua pihak untuk mengawalnya agar transparan dan keadilan tercapai.
”Kan orang menyampaikan aspirasi harus kita dengarkan dan terima. Yang penting berjalan aman dan kondusif. Intinya, proses persidangan tetap berjalan. Silakan dikawal agar berjalan transparan dan keadilan bisa tercapai,” ujar Evan.
Evan menekankan bahwa jika terdakwa terbukti tidak bersalah, mereka akan dibebaskan, tetapi jika terbukti bersalah, masih ada opsi banding. (**)
Editor: Andrian