INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Fraksi Partai Gerindra meminta agar Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat bisa segera melakukan upaya dan tindakan terkait masalah-masalah yang belum terselesaikan. Supaya nantinya di kemudian hari tidak meninggalkan persoalan.
Mengingat masalah yang terjadi sampai saat ini tidak kunjung selesai dan justru terkesan mendek di tempat. Masalah itu berkaitan dengan aset lahan di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Arut (Arsel) maupun Agrotama Mandiri, Perselisihan terkait Demplot maupun aset lahan di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Arut (Arsel).
Statemen dari anggota DPRD Kobar itu ditanggapi oleh Kuncoro yang merupakan menantu cucu dari ahli waris Brata Ruswanda, Ervan Rasyid. Kuncoro menyebutkan hendaknya aset lahan di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Arut (Arsel). dikembalikan saja administrasinya ke BPN Pangkalan Bun.
Dulu, kata Kuncoro gara-gara surat yang dibuat oleh Kepala Dinas Pertanian (Jaman Khairil Anwar) kepada kepala BPN Pangkalan Bun agar BPN tidak menerbitan sertifikat sisa lahan yang 7 Ha itu.
“Seakan-akan itu tanah pemda, padahal dari depan rumah Pak Lie An, dari Mahardi, ruko Pak Ping-pinh dan seterusnya semua beli dengan Pak Brata dan semua sudah terbit sertifikat,” kata Kuncoro, Minggu (3/7/2022).
Lanjut Kuncoro, termasuk beberapa bagian tanah di lahan sengketa sudah terbit sertifikat. “Kok bisa-bisanya mau ambil tanah itu yang merupakan tanah hak milik Pak Brata Ruswanda,” ucapnya.
Ia menceritakan bahwa kasus tanah itu sebelumnya merupakan area hutan. Pada tahun 1963 lahan hutan tersebut dibuka oleh Brata Ruswanda sebagai areal pertanian.
“Pada tahun 1973 oleh Almarhum Brata Ruswanda tanah tersebut dibuatkan surat namanya Surat Keterangan Menurut Adat,” ujarnya.
Lahan milik Brata Ruswanda tercatat berdasarkan Surat Keterangan Tanah/Bukti Menurut Adat No: PEM-3/13/KB/1973 Tanggal 22 Januari 1973 dengan luas 10 hektar.
Dari 10 hektar tanah milik Brata Ruswanda, diakui, sebagian sudah terkena pembebasan untuk jalan umum. “Pinggir-pinggirnya terkena untuk jalan umum tanpa uang pembebasan, tapi itu tidak dipersoalkan,” ujarnya.
Dari 10 hektar lahan milik Brata Ruswanda, sebagian telah dijual dan berdiri sejumlah rumah yang telah disertifikasi atau besertipikat. “Orang yang membeli tanah di hamparan 10 hektar dari Brata Ruswanda itu adalah sebagian bertugas di dinas pertanian. Oleh BPN tanah yang telah dijual diberikan sertipikat,” ujarnya.
“Padahal warkahnya di BPN menggunakan warkah jual beli dari Brata Ruswanda. Tapi ironisnya, induk lahan milik Brata Ruswanda tidak dapat disertipikatkan. Alasannya katanya bahwa tanah tersebut milik pemerintah daerah, dengan bukti menggunakan surat SK Gubernur 1974 yang diduga palsu,” sambung Kuncoro.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian